Saturday, May 16, 2009

Biarkan Aku Menyandingmu Part 1

Malam ini begitu dingin. Di luar sana, hujan turun dengan derasnya, membuat malam semakin mencekam. Hembusan angin membuat butiran air hujan bertebaran membasahi balkon kamarku. Kututup tirai jendela yang sedari tadi melambai-lambai diterpa angin. Udara yang dingin membuat tubuhku menggigil kedinginan. Kurapatkan sweater yang sedari tadi aku kenakan.
Kubaringkan tubuhku di atas ranjang. Perlahan-lahan ku katupkan kedua mataku. Seberkas bayang-bayang melintas begitu saja dalam benakku. Rasa perih tiba-tiba menelusup ke dasar relung hatiku. Perlahan-lahan butiran air mata berjatuhan membasahi kedua pipiku. Kenangan itu kembali mengusik ketenangan hatiku.
Samar-samar kisah yang baru saja berlalu kembali menguasai pikir dan batinku. Sakit rasanya mengingat kembali kisah yang dulu pernah ku ukir. Kisah yang ku harap akan sempurna, semuanya berlalu begitu saja bagaikan badai yang menyapu. Dalam sekejap, menyisakan kehancuran dan air mata.
“ Ris, aku nggak bisa lagi melanjutkan kisah kita. aku nggak tau gimana akhir dari kisah ini. Aku nggak mampu meneruskannya. Maafin aku ya, Ris,?”
“ Kenapa Dan? Ini semua cuman lelucon kamu aja kan?”
“ Enggak Ris, aku serius pengen ngakhirin hubungan ini. Aku merasa jenuh atas kisah ini. Aku harap kamu mau mengerti…”
“ Okelah kalau emang ini yang kamu mau. Aku bisa terima kok. Mungkin ini memang yang terbaik.” Luka itu mulai tertoreh. Tetesan air mata tak dapat lagi ku bendung. “ Lagian kita nggak mungkin jalanin ini semua dengan kebohongan. Toh selama ini kamu cuman pura-pura sayang ma aku, lantaran kamu kasihan padaku kan?” hanya kebisuan yang kudapatkan sebagai jawabannya.
“ Aku harus pergi sekarang.”
Ah,… untuk apa aku kembali mengingat semua itu. Bukankah semua itu hanya akan berujung luka dan air mata… Akhirnya aku terlelap setelah penat benar-benar menguasai pikiranku.
***
“ Ris, ada yang mau aku sampaikan padamu.”
“ Ada apa Fer ? Kok tumben ?”
“ Semalem Dani datang ke rumahku. Dia bilang kalau selama ini dia diam-diam sayang padaku. Dia minta aku buat jadi pacarnya.”
“ Terserah kamulah, Fer. Toh di antara kamu udah nggak ada hubungan apa-apa sekarang.”
“ Tapi Ris, aku tau kamu masih sayang padanya. Aku tau selama ini kamu masih sering merhatiin dia. Aku nggak mau nyakitin perasaan kamu. Bagaimanapun juga kamu adalah temanku. Aku nggak mau kamu jadi bendi padaku.”
“ Apa kamu juga sayang padanya?”
“ Entahlah, aku masih ragu. Aku nggak tau persisnya perasaanku padanya.”
“ Turutin kata hatimu. Aku nggak mungkin benci ma orang lain cuma gara-gara dia sayang pada orang yang pernah aku cintai.”
Aku berjalan meninggalkan Ferra. Air mataku perlahan luruh dan tak dapat ku bendung. Aku nggak mau terlihat rapuh di depan orang lain. Ah… apa lagi yang akan terjadi padaku. Kapan aku bisa hidup tenang tanpa bayang-bayang masa lalu. Apa belum cukup luka yang telah aku rasakan?
Dani, mengapa kau begitu kejam padaku? Apa salahku padamu sampai-sampai kau tega melakukan semua ini padaku. Belum cukupkah luka yang telah kau torehkan padaku?.
Bel tanda pelajaran dimulai telah berdentang. Memaksaku kembali menuju kelasku. Segera ku hapus air mataku dan berlari menuju kelas.
Mengapa hari ini terasa begitu panjang. Waktu bergulir sangat lambat. Detik-detik waktu seolah enggan berjalan. Akhirnya bel pulang berdentang, menggema di seluruh sudut sekolah. Aku segera mengemasi barang-barangku dan berlari pulang. Aku ingin segera berlabuh di kamarku. Tempatku menumpahkan segala penat dan tangisku.
Deru kendaraan di sepanjang jalan tak juga dapat mengalihkan pikiranku. Udara perkotaan yang panas membuat aku semakin penat. Asap-asap yang keluar hasil pembakaran kendaraan membuat dadaku terasa sesak. Di tambah lagi dengan perasaanku yang tak karuan, semuanya membuatku mual.
“Mama, Risa mau istirahat. Ntar kalau ada yang nyariin Risa, bilang aja Risa lagi keluar.”
“Iya, sayang. Kamu nggak makan siang dulu?”
“Nggak usah Mam, Risa nggak laper.”
“Kamu lagi ada masalah? Nggak biasanya kamu kaya gini?” Terdengar nada khawatir dari suara Mamaku.
“Risa nggak papa Mam, Mama nggak usah khawatir.”
“Owh, yaudah. Kamu istirahat aja gih, jangan lupa sholat dulu.”
“Iya, Mam.”
Bersamamu aku merasa bahagia yang sesungguhnya, bersamamu di sisa hidupku. Penggalan lagu Bersamamu membangunkanku dari tidurku. Sebuah pesan singkat menunggu untuk dibuka. Aku segera membukanya, dari Alex,.
Ris, ad yg mw gw omngin. Tmuin gw bsok d tman kmpleks rmah lw. Gw hrp lw mw dtng. Gw tnggu spulang skolah.
***

“Hai, udah lama? Sorry kelamaan nunggu.”
“Nggak kok, aku juga baru dateng. Gimana hari kamu, menyenangkan?”
“Kurang lebih ya, lumayan. Nggak buruk-buruk amat. Nggak seburuk kemaren.”
“Aku lihat kayaknya akhir-akhir ini kamu kehilangan senyum kamu. Aku kangen ma senyum manis yang biasanya tersungging di bibirmu.”
“Aku lagi banyak masalah. Sorry, kalo kita disini cuma mau ngebahas hal ini, aku pulang aja. Aku nggak ada niat buat ngebahas masalah ini.”
“Sorry, aku nggak maksud kaya gitu. Aku cuman pengen ngomong satu hal ma kamu. Aku sayang ma kamu. Aku pengen kamu jadi pacar aku.”
Pernyataan Alex bak petir yang menyambar di siang hari bolong. Membuatku terperanjat dan terdiam seribu bahasa.
“Aku ngerti masalah yang kamu hadapin sekarang. Aku ngerti kamu baru aja di tinggalin Doni. Kasih aku satu kesempatan buat ngobatin sakit hati kamu. Aku nggak ngarepin jawaban kamu sekarang. Aku cuman pengen kamu tau perasaanku.”
“ Aku…”
“ Aku hanya ingin kamu tau, aku nggak minta jawaban kamu. Dan aku akan menunggu seperti selama ini aku menunggumu. Dan aku akan selalu menunggumu.”
“ Aku harus pulang sekarang.”
Dalam kebisuan aku berjalan menyusuri jalanan. Berharap semua ini hanya ilusi. Alex memang anak yang baik, tapi aku nggak bisa begitu saja menerima cintanya. Bayang-bayang kelam masa lalu masih selalu membayangiku. Selama ini, aku mengenalnya hanya sebagai sahabatku. Tidak pernah terselip sedikitpun perasan lain dalam hatiku. Aku menghargainya sebagai sahabat, bukan yang lain. Semua ini terlalu rumit.
Bersamamu aku merasa bahagia yang sesungghnya, bersamamu di sisa hidupku. Deringan HP membuatku terbangun dari lamunanku.
Biarkn bnga2 i2 tmbuh dngn sndriny. N mmberikan khruman bgi siapapn yg ada d sklilingnya. Hjan n angin yg akn mmbsrkannya. Dsni driq akn sllu menjganmu. Alex.
Alex, kamu terlalu baik untukku. Maafin aku yang tak bisa membalas semua perasan itu. Biarkan rasa itu berlalu, dan mati dengan sendirinya. Aku nggak akan sanggup untuk menjalaninya. Masa lalu itu masih terkenang jelas dalam benakku. Tak akan mudah bagiku melupakannya. Hanya waktu yang dapat membuatnya berlalu. Dan jika saat itu tiba, aku harap kau telah mengubur dalam perasaanmu padaku. Aku telah memutuskan untuk menutup pintu hatiku bagi siapapun. Maafkan aku.
Detik-detik berlalu, waktu berlari seiring putaran roda kehidupan. Mentari masih menyinarkan kehangatan yang sama, desah angin masih membisikkan harapan-harapan yang sama. Hari-hariku masih seperti dulu, tanpa guratan juga lukisan. Semuanya hampa tanpa warna.

2 comments:

Anonymous said...

tok....tok...tok....mo mampir ah ke rumah bunda ... phi kugh pintuhna masih ketutup...
uz kapan d bukahna...
hahahahaha...

RiEriEcHan said...

rumah bunda selalu terbuka buat sapa ajah kugh,..
:P
wakakaka...